Minggu, 24 Februari 2008

Epifani.....What is that? (2)

Epifani sebagai suatu proses pemaknaan hidup mulai dikembangkan oleh Dr. Martin Seligman. Epifani diperkenalkan sebagai aliran baru dalam psikologi yang disebut psikologi positif, aliran yang mengembangkan sifat dan kekuatan positif yang di miliki manusia seperti kebahagiaan, rasa percaya diri serta hal postif lainnya. Dr Martin Seligman sendiri pernah mengalami epifani sehingga merubah pandangannya terhadap ilmu psikologi yang selama ini digelutinya. Berikut kisah tentang epifani yang pernah dialaminya (dikutip dari buku Authentic Happines yang ditulisnya).Waktu itu saya sedang menyiangi taman kami bersama putri saya, Nikki, yang berumur lima tahun. Saya harus mengakui bahwa walaupun telah menulis sebuah buku dan banyak artikel tentang anak-anak, saya tidak terlalu pandai menghadapi mereka. Saya berorientasi-tujuan dan hemat waktu, dan ketika menyiangi taman, saya hanya menyiangi. Namun, Nikki melemparkan rumput-rumput liar itu ke udara sambil menari dan menyanyi. Oleh karena dia mengganggu, saya berteriak kepadanya, dan dia berjalan menjauh. beberapa menit kemudian dia kembali, dan berkata, "Ayah, aku ingin bicara dengan Ayah." "Ya, Nikki?" "Ayah ingat sebelum ultahku yang ke-5? Sejak berumur 3 tahun sampai 5 tahun, aku suka merengek. Aku merengek setiap hari. Pada hari ultahku yang ke-5, aku memutuskan untuk tidak lagi merengek. Itu hal tersulit yang pernah kulakukan. Dan kalau aku bisa berhenti merengek, Ayah juga bisa berhenti menjadi penggerutu." Peristiwa itu menyadarkannya bahwa dia harus berubah "Ini ilham bagi saya. Perkataan Nikki tepat sasaran. Saya memang penggerutu. Saya telah menghabiskan lima puluh tahun hidup saya sebagian besar dengan cuaca mendung di dalam jiwa, dan sepuluh tahun terakhir saya bagaikan awan nimbus yang berjalan di sebuah rumah tangga yang disinari mentari. Nasib apa pun yang saya dapatkan barangkali bukan karena saya seorang penggerutu, lebih tepatnya saya tetap bernasib baik walaupun saya penggerutu. Pada saat itu, saya memutuskan untuk berubah."
Itulah kutipan peristiwa epifani nya Dr Martin Seligman.
Pengetahuan saya tentang epifani membuat saya tertegun. Saya teringat akan semua kejadian yang menimpa saya bulan Maret 2006. Pada bulan ini saya sedang menunggu anak ketiga saya yang sakit dan harus di rawat di RS. Borromeus Bandung, tiba tiba perasaan sakit menyerang dada sebelah kanan saya. Ah Batu empedu ini mulai kambuh lagi karena ini serangan kesekian kalinya pada 3 bulan terakhir, awalnya masih saya tahan karena tidak ada yang mngganti saya, adik adik ipar saya sedang jum'atan. Setelah jam 1 Mashar adik ipar saya yang bungsu menggantikan saya menunggu Daeng Ichan yang saat itu mengalami demam tinggi. Saat saya bangun dari duduk rasa sakit mulai tidak tertahankan saya berguling guling dipinggir tempat tidur Daeng Ichan, Mashar memanggil suster bukan minta bantuan untuk urusan pasien tapi ngurusin saya yang sudah kesakitan. Suster membawa saya ke UGD, karena saya sudah tahu penyakitnya saya hanya minta dokter memberi obat yang biasa diberikan kepada saya apabila saya mendapat serangan seperti ini, tetapi dokter tetap meneliti dahulu dan baru memberikan obat yang saya perlukan. Baru 15 menit obat itu masuk, rasa sakit hilang, saya bisa berjalan seperti biasa tanpa ada gangguan apapun. Tapi dokter menyarankan agar saya melakukan operasi pengangkatan batu dan kantung empedu saya. Saya diantar Tante Elly pulang ke rumah, yang kebetulan saat itu mau menjenguk Daeng Ichan. Sesampai di rumah ternyata rasa sakit itu muncul lagi padahal biasanya bisa berminggu minggu tidak terasa. saya berguling guling lagi menahan sakit sedang obat belum bisa diberikan lagi karena baru tiga jam sejak dimasukkan obat tersebut. Nenek (ibu saya) kebingungan melihat saya yang terus berguling guling menahan sakit, akhirnya saya menyerah bawa saja saya ke ahli bedah. Di Dokter ahli bedah ternyata saya di rujuk untuk masuk RS dan harus dilakukan operasi. Ah bingung, bagi orang awam seperti saya bagaimana satu organ tubuh mau diambil....., dan menurut saya itu organ yang cukup vital, dokter terus menjelaskan proses operasi seperti usus buntu, dan banyak yang telah menjalaninya. Akhirnya saya menyerah masuk RS tapi tindakan operasi baru akan dilaksanakan hari senin, dari hari Jum'at sampai dengan hari senin pagi saya terus mengalami sakit, bobot badan turun drastis tidak bisa tidur, makan, air seni berwarna kuning pekat, obat pengurang rasa sakit pun tidak mempan melawan rasa sakitnya. Suamiku yang baru pulang dari Jakarta langsung menungguku sambil bolak balik melihat anakku yang masih juga dirawat. Disetiap rasa sakit saya selalu terbayang maut yang akan menjemput, saya seperti melihat keluarga keluarga saya yang sudah meninggal datang mendekati mengajak dan menarik saya untuk ikut bersama mereka tapi saya terus meronta tidak mau karena saya terus teringat kepada suami dan anak anak saya, saya melihat bendera kuning di depan rumah saya, banyak orang datang ke rumah saya, saya selain sakit juga jadi ketakutan....selalu begitu hari demi hari. Hari senin proses operasi berlangsung dan alhamdulillah lancar. Sesaat setelah sadar dari operasi saya merasa digandeng oleh Ma almh (nenek saya dari kakek) dan diserahkan kepada suami dan anak anak saya. Setelah sadar rasa sakit hilang malah luka bekas operasi pun tidak terasa (terima kasih dr Warko...), setelah saya membuka mata, masih ditempat pemulihan saya merasa tersekat, saat itu saya berpikir bahwa tenggorokan saya udah Alloh kunci dan saya mulai meronta dan kemudian mendekatlah seorang suster menenangkan saya. Pertanyaan saya kepada suster adalah bagaimana operasinya lancar? Suster mengangguk, saya mulai bisa tersenyum walaupun getir melihat 52 batu kecil kecil yang ada dalam toples dan dokter datang menghampiri sambil berkata "ini yang membuatmu berguling guling kemarin....". Tapi ada yang berubah dalam diri saya.... saya seperti mengalami takut yang berlebih, saya tidak berhenti melihat semua perubahan pada diri saya, dan terus memperhatikan seluruh tubuh saya jangan jangan ada yang akan membuat sakit. Kesemutan pun membuat saya teriak teriak ketakutan akan lumpuh padahal saya hanya kebanyakan melipat kaki. (bersambung....)

Tidak ada komentar: